SALAFY LOMBOK
Blog Ahlussunnah wal jamaah

Cari Blog Ini

Kamis, 30 Mei 2013

Syarah Kitab Adabul Mufrod BAB : KEWAJIBAN BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANGTUA

FIRMAN ALLAH TA’ALA, ووصينا الإنسان بوالديه حسنا “Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya”. Imam Bukhari memulai kitabnya ini dengan adab dan kewajiban berbakti kepada kedua kedua orangtua, karena adab dan kewajiban berbakti kepada orangtua adalah yang terdepan setelah adab kepada Allah Ta’ala dan kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallama[1]. Oleh karena itu penekanan masalah ini banyak kita dapatkan di dalam Al Qur’an dan hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallama. Bahkan di dalam Al Qur’an perintah berbakti kepada orangtua adalah setelah perintah mentauhidkanNya sebagaimana firman Allah Ta’ala yang dibawakan oleh Imam Bukhari sebagai judul bab pertama kitabnya ini. Allah Ta’ala berfirman, ووصينا الإنسان بوالديه حسنا وإن جاهداك لتشرك بي ماليس لك به علم فلا تطعهما إلي مرجعكم فأنبئكم بما كنتم تعملون “Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.”[2] Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala berfirman memerintahkan hamba-hambaNya berbuat baik kepada kedua orangtua setelah mendorong mereka untuk berpegang teguh dengan men-tauhid-kanNya. Sesungguhnya kedua orangtua adalah sebab adanya manusia dan kebaikan keduanya kepadanya tidak terhitung; ayah dengan nafkah yang diberikannya dan ibu dengan kasih sayang yang dilimpahkannya”.[3] Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman, وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا “Dan Robbmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil”[4]. Lihatlah di ayat yang mulia ini, betapa Allah Ta’ala menegaskan kewajiban menjaga akhlak terhadap kedua orangtua yang merupakan diantara bentuk bakti kepada keduanya. apalagi kalau orangtua telah menginjak usia senja, kedua orangtua atau salah satunya membutuhkan perhatian, kasih dan sayang sebagaimana dahulu anak membutuhkan hal tersebut dari orangtuanya ketika dia kecil. Kadang terjadi perselisihan antara orang tua dan anak. Atau perdebatan atau anak menyanggah dan membantah perkataan orangtua. Di sini sang anak wajib menjaga adab dan tatakrama kepada orangtua. Jangan berkata kasar, mengucapkan ah saja dilarang oleh Allah apalagi yang lebih dari itu. Ini menunjukkan besar dan tingginya kedudukan serta hak orangtua atas anaknya. Namun begitu, juga perlu diingat bahwa sekalipun Allah Ta’ala memerintahkan anak berbuat baik kepada kedua orangtua karena budi baik dan kasih sayang mereka selama ini. Jika orangtua mengajak atau memerintahkan maksiat atau sesuatu yang bertentangan dengan agama Allah, maka anak tidak wajib mena’ati perintah atau ajakannya itu. oleh karena itu Allah tegaskan di dalam firmanNya di surat Al Ankabut di atas, (yang artinya) “dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan”. Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini, “Maknanya; jika keduanya memaksamu untuk mengikuti agama keduanya apabila keduanya musyrik maka janganlah kamu mena’ati keduanya dalam hal itu. sesungguhnya dihari kiamat kepadaKulah kamu dikembalikan, maka Aku membalas kebaikanmu kepada keduanya dan kesabaranmu di atas agamamu dan Aku akan mengumpulkanmu bersama orang-orang yang sholeh bukan bersama kedua orangtuamu sekalipun engkau adalah orang yang paling dekat dengan keduanya di dunia, sesungguhnya seseorang itu dikumpulkan bersama orang yang dicintainya, maksudnya cinta yang sejalan dengan agama”.[5] Mari kita mulai mengkaji hadits pertama dalam bab ini. 1. HADITS PERTAMA : AMAL YANG PALING DICINTAI ALLAH ‘AZZA WA JALLA عَنْ أَبِي عَمْرو الشَّيْباَنِي يَقُوْلُ حَدَّثَنَا صَاحِبُ هَذِهِ الدَّارِ وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلىَ داَرِ عَبْدِ الله قاَلَ : سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلىَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ قَالَ الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا قُلْتُ ثُمَّ أَي قَالَ ثُمَّ بِرُّ اْلوَالِدَيْنِ قُلْتُ ثُمَّ أَيْ قَالَ ثُمَّ اْلجِهَاد فِي سَبِيْلِ الله قَالَ حَدَّثَنِي بِهِنَّ وَلَوِ اْستَزَدْتُهُ لَزَادَنِى Dari Abu Amru Asy-Syaibaany ia menuturkan, “Pemilik rumah ini menyampaikan kepada kami – ia menunjuk kea rah rumah Abdullah, ia berkata, ‘Aku bertanya kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wasallama, amal apa yang paling dicintai Allah ‘Azza wa Jalla? Beliau menjawab, ‘Sholat pada waktunya’. Aku berkata, ‘Kemudian apa lagi?’. Ia berkata, ‘Kemudian berbakti kepada kedua orangtua’. Aku berkata, ‘Kemudian apa lagi?’. Beliau menjawab, ‘Kemudian Jihad di jalan Allah. Dan kalau aku meminta tambahan lagi niscaya beliau menambahkannya”.[6] Syarah hadits : Hadits yang mulia ini menunjukkan apa yang telah dijelaskan di atas yaitu fadhilah dan kewajiban bakti kepada orangtua. Dimana Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallama menjadikannya sebagai amalan yang paling afdhol setelah sholat. Kalau sholat adalah ibadah agung yang berkaitan dengan hubungan hamba dengan Sang Penciptanya, maka bakti kepada kedua orangtua adalah ibadah yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan orang yang paling berjasa kepadanya yaitu kedua orangtua. Sholat adalah hak Allah Ta’ala yang wajib ditunaikan oleh hamba. Dan bakti kepada orangtua adalah hak kedua orangtua yang wajib ditunaikan oleh anak. Seperti di dalam dua ayat di atas, Allah Ta’ala menyebutkan perintah bakti kepada kedua orangtua setelah perintah mentauhidkanNya. Imam An Nawawi rahimahullah berkata, “Berbakti kepada keduanya adalah (dengan) berbuat baik kepada keduanya, mengerjakan yang bagus dan menyenangkan keduanya. termasuk di dalamnya berbuat baik kepada teman keduanya”.[7] Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “(Berbakti kepada keduanya) adalah berbuat baik kepada keduanya dengan perkataan, perbuatan dan harta sesuai dengan kemampuan”.[8] Banyak sekali hadits-hadits yang berisikan perintah berbakti kepada ke dua orangtua atau salah satunya. Insya Allah hadits tersebut akan kita kaji satu persatu, di bab-bab selanjutnya. Kesimpulan hadits : a) Hadits ini adalah dalil bahwasanya sholat adalah ibadah badaniyah yang paling afdhol setelah syahadatain.[9] b) Hadits ini juga mendorong untuk mengerjakan sholat pada waktunya. Imam An Nawawi menyebutkan, “Mungkin disimpulkan darinya; disukainya mengerjakan di awal waktu, karena itu lebih berhati-hati dalam menjaganya dan menyegerakannya”[10]. bahkan bagi yang kaum pria yang diwajibkan menghadiri sholat berjama’ah di masjid memang harus mengerjakannya diawal waktu. Karena sholat berjama’ah di masjid dilakukan di awal waktu. c) Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Di dalam hadits ini ada dalil yang menunjukkan keutamaan berbakti kepada kedua orangtua”.[11] d) Hadits ini menyebutkan beberapa amalan yang dicintai Allah Ta’ala, ini menandakan bahwa mengerjakan perintah Allah adalah syarat untuk mendapatkan cinta Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman di dalam hadits qudsi, وَ ماَ تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبُّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ وَ مَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إَلَيَّ باِلنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ “Dan tidaklah hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari pada apa-apa yang Aku fardhukan atasnya. Dan hambaKu senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan ibadah-ibadah nafilah sehingga Aku mencintaiNya …”[12]. e) Di dalam hadits ini juga terkandung pengajaran bagi seorang mufti, ahli ilmu dan guru agar bersabar terhadap orang yang bertanya atau muridnya dan berlapang dalam dalam menghadapinya walaupun ia banyak bertanya. f) Seorang murid juga hendaknya menimbang dan memperhatikan kondisi dan maslahat gurunya. Ini disimpulkan dari perkataan Ibnu Mas’ud yang tidak ingin menambah (pertanyaan) karena tidak ingin membebaninya dan ia berkata : kalau aku menambahkan lagi beliau pasti menambahkannya.[13] g) Bentuk-bentuk bakti kepada orangtua : - Melakukan kebaikan untuknya, menjaga hubungan dengannya dan bergaul dengannya dengan akhlak yang baik. - Tidak seyogyanya anak merasa kesal dan sakit hati kepada orangtua. - Tidak mengeraskan suara atau memotong pembicaraannya, tidak berdebat dengannya, dan tidak berdusta kepadanya. Tidak menganggu istirahatnya dan merendahkan diri di hadapannya serta mendahulukannya dalam berbicara maupun berjalan sebagai penghormatan dan memuliakan kedudukannya yang tinggi. - Berterima kasih kepadanya dan mendo’akannya sesuai firman Allah Ta’ala, وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا “dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil”[14]. - Mendahulukan dan melebihkan bakti kepada ibu, karena jasa dia yang tak terhingga kepada anak, mulai dari mengandung, melahirkan menyusui dan mendidiknya hingga besar. - Mendahului dan menyegerakan keinginan dan permintaannya. - Merawat dan menjaganya khususnya ketika orangtua telah renta. - Member nafkah kepadanya jika ia membutuhkan, Allah Ta’ala berfirman, قُلْ مَا أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِي “Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat”.[15] - Meminta izin kepada keduanya sebelum safar dan meminta restunya kecuali dalam haji yang fardhu. Al Qurthubi rahimahullah berkata, “Termasuk berbuat baik dan bakti kepada keduanya, apabila jihad tidak fardhu ‘ain tidak boleh berjihad kecuali dengan izin keduanya”. - Mendoakannya setelah ia wafat, menunaikan wasiatnya dan berbuat baik kepada teman-temannya.[16] 1. HADITS KEDUA : JALAN MENUJU RIDHO ALLAH DAN MENJAUH DARI MURKANYA عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَر قَالَ : رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا اْلوَالِدِ وَسخط الرَّبِّ فِي سَخطِ الْوَالِد Dari Abdullah bin Umar rodhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Ridho Robb ada pada ridho orangtua dan murka Robb ada pada murka orangtua”.[17] Syarah hadits : Hak orangtua adalah sangat besar, bakti kepada keduanya kewajiban setelah tauhid. Berterima kasih kepada keduanya adalah bagian dari bentuk syukur kepada Allah Ta’ala. Berbuat baik kepada keduanya adalah amal yang sangat dicintai Allah. bahkan ridho keduanya adalah ridho Allah Ta’ala dan murka keduanya adalah murka Allah Ta’ala, karena Allah memerintahkan agar orangtua itu dita’ati, maka barangsiapa yang menjalankan perintah Allah, ia telah berbakti kepada Allah Ta’ala dan Allah ridho kepadanya, sebaliknya jika tidak menjalankan perintah Allah agar berbakti kepada orangtua berarti ia telah menentang Allah maka Allah pun murka kepadanya.[18] Keridhoan orangtua adalah lebih berharga dari pada harta benda. Dunia ini fana, cepat atau lambat pasti sirna. Sedangkan ridho kedua orangtua bermanfaat bagi anak di dunia dan akhirat. Maka seorang anak wajib untuk selalu berusaha membuat orangtuanya ridho dengan perkataan dan perbuatan serta jangan sampai melukai hatinya atau membuatnya murka. Akan tetapi sebagaimana dijelaskan pada syarah hadits pertama, masalah ini juga dengan syarat selama keridhoan orangtua itu tidak bertentangan dengan apa yang disyari’atkan Allah.[19] KESIMPULAN HADITS : a) Ridho orangtua adalah kunci kebaikan dan pintu keselamatan di dunia dan akhirat. b) Sebaliknya penyebab kesengsaraan dunia dan akhirat adalah durhaka kepada kedua orangtua. (bersambung) [1] Lihat Syarah Riyadhush Sholihih oleh Ibnu Utsaimin (1/368). [2] Al Ankabut : 8. [3] Tafsir Ibnu Katsir (6/264). [4] Al Isro’ : 23-24. [5] Tafsir Ibnu Katsir (6/265). [6] Diriwayatkan oleh Bukhari di Shohihnya (1/140, 4/17, 8/2), Muslim di Shohihnya (kitab Al Iman bab. 36 no. 139), An Nasa-I di Sunannya (kitab Al Mawaaqiit bab. 49) dan Ahmad di Al Musnad (1/410, 439). [7] Syarah Shohih Muslim (2/73 bab. Bayaan Kawnul Imaan billah). [8] Syarah Riyadhush Sholihin (1/368). [9] Dalil Al Falihin (2/ [10] Syarah Shohih Muslim (2/79). [11] Syarah Riyadhush Sholihin Ibnu Utsaimin (1/368). [12] HR. Bukhari dari Abu Huraira(4/231). [13] Ibid. [14] Al Isro : 24. [15] Al Baqoroh : 215. [16] Point-point ini diringkas dari : www.kalemat.org [17] HR. Al Bazzar dan At Tirmidzi serta Al Hakim meriwayatkan dari Abdullah bin Amru. Dishohihkan oleh Al Albany di Shohih Adabul Mufrod (1/2). [18] Lihat Tuhfatul Ahwazy (6/22), Faidhul Qodhir (4/44). [19] Ibid. This entry was posted in Akhlak, Maafkan Anakmu ..., Syarah Hadits by Abu Zubair Hawaary. Bookmark the permalink.

Tidak ada komentar: